Rasulullah SAW adalah suri teladan yang baik dalam segala hal. Beliau menghadapi berbagai cobaan sejak lahir hingga menjelang wafatnya. Berikut biografi Nabi Muhammad SAW dari lahir sampai wafat.
Menurut Sirah Nabawiyah karya Ali Muhammad Ash-Shallabi yang diterjemahkan Faesal Saleh dkk, Nabi Muhammad SAW lahir pada Senin, 12 Rabiul Awal bertepatan dengan Tahun Gajah. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Tahun Gajah merupakan tahun ketika pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah menyerbu Kota Makkah dengan tujuan untuk menghancurkan Ka'bah. Pasukan tersebut pada akhirnya hancur oleh serangan burung ababil yang membawa batu dari neraka atas kuasa Allah SWT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diangkatnya Muhammad SAW Menjadi Nabi
Diceritakan dalam buku Tasawuf Dalam Dimensi Zaman: Definisi, Doktrin, Sejarah & Dinamika Keumatan karya Yandi Irshad Badruzzaman, Nabi Muhammad SAW suka menyendiri, berkhalwat di Gua Hira.
Di Gua Hira ini, Nabi Muhamamd SAW melatih dirinya untuk menjauhi keramaian hidup, menghindari kelezatan dan kemewahan dunia, tekun, berjihad, berzikir, berpikir, dan mengindari makan-minum yang berlebihan.
Kebiasaan hidup seperti ini, membuat cahaya kenabian dalam diri Rasulullah SAW pun semakin kuat. Hingga malaikat Jibril AS menyampaikan wahyu pertamanya kepada Nabi Muhammad SAW pada 17 Ramadan.
Permusuhan Quraisy dan Konsekuensinya
Ketika para pembesar Quraisy merasa khawatir dengan jumlah kaum muslimin yang kian bertambah, mereka datang menghadap Abu Thalib paman dan pelindung Nabi saw dan meminta kepadanya untuk menahan dakwah yang dimulai oleh keponakannya itu. Suatu hari mereka meminta kepadanya supaya Muhammad saw diserahkan kepada mereka untuk mereka bunuh dan sebagai penggantinya, dia berhak mengambil 'Umarah bin Walid seorang pemuda tampan dan menurut keyakinan mereka juga pintar. Abu Thalib berkata, "Aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh dan aku mendidik anak kalian? Alangkah sulit tugas itu." [30]
Kaum Quraisy dikarenakan terikat perjanjian dengan kabilah-kabilah lain, mereka tidak dapat mencelakai Nabi secara jiwa, karena jika hal itu terjadi maka mereka akan berhadapan dengan Bani Hasyim, dan kemungkinan ada hal-hal lain yang dapat menimpa mereka yang mungkin akan mempersulit mereka. Oleh karena itu, pertentangan mereka kepada Nabi hanya sebatas menjelek-jelekkan Nabi dan mencelakainya saja. Namun sikap mereka kepada orang-orang yang baru masuk Islam yang tidak mempunyai pelindung, mereka benar-benar menyiksanya. [31]
Kaum Quraisy sekali lagi datang menghadap Abu Thalib dan mereka meminta kepadanya untuk mencegah anak saudaranya itu untuk tidak menindaklanjuti langkah yang telah ia ambil. Kemudian Abu Thalib menyampaikan hal tersebut kepada anak saudaranya itu dan Nabi saw menjawab:
Pengkhianatan Kaum Munafik dan Kaum Yahudi Madinah
Meskipun kebanyakan dari penduduk kota Yatsrib sudah menjadi muslim atau sepakat dengan nabi, namun lantas tidak demikian bahwa kota dan sekelilingnya secara serentak patuh dan tunduk mengikuti semua kehendaknya. Abdullah bin Ubay yang sebelumnya sudah dipersiapkan untuk dijadikan sebagai orang yang akan memimpin kota tersebut yang dengan sampainya Muhammad saw ke kota Yatsrib kedudukan tersebut gagal dia raih, tidak berpangku tangan. Walaupun secara lahir dia menampakkan keislamannya, namun dalam kesunyiannya dia telah melakukan sebuah konspirasi terhadap Muhammad saw dan kaum muslimin dan telah menjalin hubungan rahasia dengan kaum Yahudi Madinah. [46]
Kelompok pertama ayat-ayat madani Alquran menyebut kelompok ini sebagai kaum munafik, yang menimbulkan berbagai kesulitan pada kemulusan perjalanan dakwah Nabi dan kaum muslimin. Usaha kelompok ini lebih sulit dari kaum musyrikin dan kaum Yahudi, karena keberadaan mereka di sisi kaum muslimin disebut sebagai muslim dan Nabi tidak dapat memerangi mereka, karena mereka secara lahiriyah dihukumi sebagai muslim. [47] Ayat-ayat Alquran terkadang mengancam mereka bahwa Allah dan rasul mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Dan sesungguhnya mereka tahu bahwa kalian menjadikan kaum muslimin sebagai tameng untuk keselamatan diri kalian:
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّـهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
Pembangkangan Abdullah di jalan Islam hingga akhir hayatnya (tahun ke-9) terus berlanjut. Orang-orang Yahudi yang meskipun dalam surat perjanjian Madinah memiliki hak-hak hingga merekapun mendapatkan bagian dari ghanimah atau keuntungan perang, yang mana pada mulanya mereka menunjukkan kesepakatannya kepada kaum muslimin bahkan beberapa orang dari mereka juga ada yang masuk Islam, namun pada akhirnya, mereka menampakkan kebencian mereka terhadap Islam. Dan faktor kebencian itu adalah bahwa mereka yang pada sebelumnya pernah menguasai perekonomian Yatsrib dengan cara bekerjasama dengan orang-orang Arab badui dan kaum musyrikin dalam perdagangan dan jual beli dan mereka berharap dengan terpilihnya Abdullah bin Ubay sebagai pemimpin Madinah, pengaruh perekonomian mereka akan lebih berkembang; namun dengan tibanya Muhammad saw ke kota ini ditambah dengan perkembangan Islam, telah menghalangi pengaruh tersebut.
Selain itu, orang-orang Yahudi tidak pernah mengenal dan menganggap seseorang yang bukan dari keturunan Yahudi sebagai nabi. Oleh sebab itu, sedikit demi sedikit mereka mulai menampakkan pembangkangan mereka kepada Muhammad saw. Nampaknya Abdullah bin Ubay juga memiliki pengaruh dalam menggerakkan mereka. Orang-orang Yahudi berkata: "Nabi yang dulu kita tunggu-tunggu kedatangannya bukanlah Muhammad" dan mereka mengetengahkan Taurat dan Injil kepada kaum muslimin di hadapan ayat-ayat Alquran sambil berkata: "Apa yang dikatakan Alquran berbeda dengan apa yang ada dalam kitab-kitab kami." Dan turunlah beberapa ayat dari Alquran mengenai hal tersebut, yang dengan turunnya ayat tersebut, terbukti bahwa Taurat dan Injil adalah dua kitab yang sudah diubah untuk sepanjang masa, yang mana tokoh ulama Yahudilah yang mengubah ayat-ayat tersebut supaya kedudukan dan posisi mereka tetap terjaga.
Akhirnya, Alquran sekaligus memutus hubungan Islam dengan Yahudi dan Nashara (kristen) dan juga supaya memberi pemahaman kepada penduduk Arab bahwa mereka yaitu kaum muslimin dibandingkan kaum Yahudi adalah sebuah umat yang terpisah, dikatakan bahwa: Kaum Arab berada di atas agama Ibrahim dan Ibrahim adalah kakek tertinggi Israil.
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَآجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنزِلَتِ التَّورَاةُ وَالإنجِيلُ إِلاَّ مِن بَعْدِهِ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ . هَاأَنتُمْ هَؤُلاء حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُم بِهِ عِلمٌ فَلِمَ تُحَآجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ.مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Semenjak Nabi saw masuk ke Madinah hingga 17 bulan, ketika salat ia menghadap ke arah Masjid al-Aqsha. Orang-orang Yahudi berkata: Muhammad tidak mempunyai kiblat sehingga kami mengajarinya. Rasulullah saw merasa tersinggung dari peringatan tersebut.
Pada suatu hari ia mendirikan salat zuhur di masjid Bani Salmah, pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriah, di pertengahan salat sebuah ayat turun kepadanya:
﴾ قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ﴿
Dalam keadaan seperti itu nabi saw menghadapkan wajahnya dari Baitul Makdis ke arah Kakbah. Dan kemudian masjid ini dalam sejarah Islam dikenal dengan masjid al-Qiblatain. Pergantian kiblat dari masjid al-Aqsha mengarah ke Mekah sangat merugikan kaum Yahudi dan Munafik. Hal ini dapat dibuktikan dengan kritikan mereka kepada kaum muslimin; mengapa sampai kini ketika mendirikan salat masih menghadap ke masjid al-Aqsha dan sekarang kiblat kalian berganti. Ayat berikut ini turun sebagai jawaban kepada orang-orang yang mengkritik:
Latar belakang keluarga
Dirangkum dari buku "Sisi Lain Kartini" oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, R.A. Kartini adalah anak perempuan yang lahir dari pasangan Raden Mas (R.M.) Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah.
Kartini lahir dalam lingkungan keluarga priyayi atau bangsawan, karena itu ia berhak menambahkan gelar Raden Ajeng (R.A.) di depan namanya.
R.M. Sosroningrat merupakan seorang Bupati Jepara pada 1880. Selain menikah dengan Mas Ajeng Ngasirah, beliau juga menikahi gadis bangsawan yaitu Raden Ajeng Woerjan.
Pernikahan R.M. Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah dikaruniai delapan orang anak, sedangkan pernikahan R.M. Sosroningrat dan Raden Ajeng Woerjan dikaruniai tiga orang anak.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua.
Kehidupan keluarga mereka berkecukupan sehingga R.A. Kartini dan saudara-saudaranya bisa tumbuh menjadi anak sehat dan cerdas.
Pernikahan R.A. Kartini dan Sekolah Kartini
Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, akhirnya R.A. Kartini dan Roekmini saudarinya mendirikan sekolah untuk anak perempuan yaitu Sekolah Kartini.
Murid-murid sekolah umumnya anak-anak priyayi yang ada di kota Jepara sehingga sekolah tidak perlu menyediakan penginapan.
Murid-murid di sekolahnya belajar membaca, menulis, menggambar, tata krama, sopan-santun, memasak, serta membuat kerajinan tangan.
Aktifitas R.A. Kartini di sekolah menjadikannya melupakan rasa pedih karena gagal berangkat ke Belanda.
Sampai satu hari, R.A. Kartini dilamar oleh Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat. Namun sang ayah sempat bimbang karena anaknya itu pernah memutuskan untuk tidak menikah.
Setelah meminta waktu untuk berpikir kembali dan meminta saran dari saudari lainnya, R.A. Kartini pun menyetujui lamaran Raden Adipati Djojo Adiningrat dengan beberapa persyaratan.
Kendati begitu, Raden Adipati Djojo Adiningrat tidak mempermasalahkan keinginan R.A. Kartini dan ia tetap diperbolehkan mendirikan dan mengurus sekolahnya.
Pernikahan R.A. Kartini yang semula direncanakan pada 12 November 1903, atas permintaan Bupati Rembang dimajukan menjadi 8 November 1903.
Sesuai permintaannya, pernikahan R.A. Kartini dan Raden Adipati Djojo Adiningrat ini tidak disertai dengan upacara mencium kaki mempelai laki-laki oleh mempelai perempuan.
Mempelai laki-laki hanya mengenakan pakaian dinas, sedangkan mempelai perempuan hanya memakai pakaian seperti keseharian biasa.
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Ajen Dianawati, sesudah Rasulullah lahir, Aminah segera menyerahkan beliau kepada Halimatus Sa'diah untuk disusukan.
Setelah Nabi Muhammad SAW menjadi seorang yatim-piatu, beliau pun diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Setelah 2 tahun, kakeknya pun meninggal dunia.
Selanjutnya sesuai wasiat kakeknya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib (ayahnya Ali bin Abi Thalib).
Pemasangan Hajar Aswad
Dalam pandangan kaum Arab, Rumah Allah, Kakbah pada masa jahiliah juga memiliki kehormatan tersendiri. Pernah pada suatu tahun, banjir besar terjadi hingga masuk ke dalam Kakbah dan merusak dinding-dinding rumah suci tersebut. Kemudian kaum Quraisy meninggikan dinding-dinding Kakbah, namun ketika mereka hendak memasang Hajar Aswad, terjadi perselisihan diantara para ketua suku kabilah. Para ketua dari setiap suku kabilah berkehendak mendapatkan kehormatan untuk melakukan hal tersebut. Akhirnya suasana pun memanas. Para pemuka suku menyediakan sebuah baskom yang berisi darah lalu memasukkan tangan mereka ke dalamnya. Hal ini adalah ibarat sumpah yang mengharuskan mereka untuk berperang sampai salah satu dari mereka menang. Akhirnya merekapun bersepakat bahwa orang pertama yang memasuki Masjid dari pintu bani Syaibah harus mereka terima sebagai juri dan apa saja yang dikatakannya harus dilakukan. Orang pertama yang memasukinya adalah Muhammad saw. Para pembesar Quraisy berkata dia adalah al-Amin seorang yang dipercaya, setiap keputusannya akan kami terima. Kemudian diceritakan kepadanya apa yang terjadi. Muhammad saw berkata:"Bentangkanlah satu kain" dan ketika hal itu telah dilakukan, kemudian ia meletakkan Hajar Aswad di tengah kain tersebut. Dan berkata: "Setiap kepala suku hendaklah memegang salah satu sudut kain." Ketika mereka memegang setiap sudut kain dan membawanya, kemudian beliau mengambil Hajar Aswad tersebut dan meletakkan di tempatnya dan keputusan ini telah mencegah sebuah pertikaian besar yang dapat menumpahkan darah. [17] Peristiwa ini menunjukkan kesuksesan Nabi Muhammad di tengah-tengah penduduk Mekah.
Menurut pendapat masyhur Syiah Imamiah, pengutusan Nabi saw terjadi pada tanggal 27 Rajab. [18] Nabi Muhammad saw ketika mendekati tahun-tahun pengutusannya mulai mengasingkan diri dari keramaian masyarakat dan beliau mulai sibuk dengan beribadah kepada Tuhannya Yang Maha Esa. Sebulan sekali dalam setiap tahunnya ia mengasingkan diri ke sebuah gunung yang di situ ada sebuah gua bernama Hira dan di sana dia banyak beribadah dan di saat-saat inilah setiap pengemis yang datang kepadanya, ia memberikan makanan kepada mereka. Kemudian dengan berlalunya sebulan penghambaan beliaupun kembali ke Mekah. Dan sebelum pergi ke rumahnya, ia melakukan tawaf, mengitari Kakbah sebanyak tujuh kali atau lebih lalu pergi ke rumahnya. [19]
Di salah satu tahun pengasingannya di gua Hira, ia diutus dan dipilih Allah swt menjadi nabi. Muhammad saw dalam hal ini berkata: Malaikat Jibril datang menghampiriku dan berkata: Bacalah!. Aku berkata: "Aku tidak bisa membaca." Kemudian berkata lagi: Bacalah! Aku berkata: "Apa yang aku baca?" Ia berkata:
﴾اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ﴿
Sebagaimana yang telah masyhur diketahui, beliau diutus menjadi nabi setelah berusia empat puluh tahun. [20]
Rasulullah saw dengan mendapatkan ayat-ayat permulaan surah Al-'Alaq sebagai ayat-ayat pertama yang turun kepadanya, dan setelah diutus menjadi nabi, dia kembali ke Mekah dan pergi ke rumahnya. Ada 3 orang yang tinggal di rumahnya: Khadijah, istrinya, Ali bin Abi Thalib anak pamannya dan Zaid bin Haritsah. [21] Nabi saw pertama mengajak keluarganya untuk mentauhidkan Tuhan dan orang pertama dari para wanita yang menyatakan keimanannya adalah Khadijah istrinya dan dari laki-laki anak pamannya Ali bin Abi Thalib as yang mana pada waktu itu ia berada dalam asuhan dan lindungan Nabi saw. [22] Dalam berbagai sumber madzhab-madzhab Islam lainnya, dari sebagian lainnya seperti Abu Bakar dan Zaid bin Haritsah merupakan orang-orang pertama yang masuk Islam. [23]
Meskipun dakwah dan ajakan pertama Nabi sangatlah terbatas, akan tetapi jumlah kaum muslimin semakin terus bertambah, dan dalam waktu singkat orang-orang yang masuk Islam pergi ke sekitar Mekah dan bersama Nabi saw mendirikan salat. [24]
Peperangan Ahzab, Bani Quraizhah dan Bani Mushtaliq
Abu Sufyan pada tahun ke-4 H membawa sekelompok orang ke daerah Badar, namun di pertengahan jalan berubah pikiran dan kembali. Kepulangannya ini dalam pandangan para pembesar Quraisy, membuat posisi kepemimpinannya menjadi lemah dan terpaksa dia harus menyiapkan pasukan yang sangat besar dan terdidik untuk mengembalikan kepercayaan para pembesar Quraisy. Dan akhirnya pada tahun ke-5 H, sebuah pasukan besar antara tujuh hingga sepuluh ribu orang tentara telah disiapkan yang mana enam ratus orang berkuda termasuk dari pasukan tersebut. Dan pasukan besar ini berjalan menuju Madinah. Karena pasukan ini terdiri dari berbagai macam kabilah yang berbeda maka perang ini dinamakan perang Ahzab. Selain itu pula, dalam peperangan ini sekelompok dari kaum Yahudi Bani Nadhir yang tinggal di kota Khaibar, telah bersatu bersama kaum Quraisy dan kabilah Ghatafan untuk menyerang Nabi. Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah yang tinggal di sekitar Madinah juga, yang berjanji tidak akan membantu kaum Quraisy, berkhianat dan bersatu dengan penduduk Mekah. Dalam menghadapi pasukan yang sedemikian besar, jumlah pasukan Nabi hanya tiga ribu orang tentara, sejumlah darinya mengendarai kuda dan yang lainnya berjalan kaki.
Sikap penduduk Madinah kali ini berbeda dengan perang Uhud, mereka menerima jika kota harus berada dalam keadaan pertahanan. Di dalam perang ini Salman al-Farisi memainkan peranannya dan menurutnya untuk menjaga kota sebaiknya di sekitar kota dibuatkan sebuah parit dengan ukuran yang besar dan dalam. Madinah dari tiga arah sisinya telah terjaga dengan perkebunan kurma dan bangunan-bangunan dan musuh tidak mampu menyerang dari tiga arah sisi tersebut; dan dengan membuat parit di sebelah utara, tempat itu pula aman dari serangan musuh yang berkuda. Sebelum pasukan musuh sampai mendekati Madinah, pekerjaan menggali parit pun selesai. Ketika para musuh sampai di sana mereka terkejut dan tercengang melihat keadaan sekitar mereka, karena sampai saat itu, mereka belum pernah melihat penghalang yang begitu canggih dalam peperangan. Para penunggang kuda tidak mampu menerjang parit, jika saja mampu maka para pemanah tidak membiarkan mereka hidup.
Amr bin Abdiwudd dan Ikrimah bin Abi Jahal berencana untuk melewati parit. Amr yang terkenal dengan keberaniannya tewas di tangan Imam Ali as. Tampaknya perang Khandaq untuk kota Madinah sangat merugikan. Pasukan dalam jumlah yang kecil berhadapan dengan pasukan tentara musuh yang begitu besar, apa yang dapat dilakukan? Mulanya Nabi berkehendak memisahkan kabilah Ghatafan dari kumpulan pasukan. Kepada mereka dikirim sebuah pesan sepertiga dari penghasilan kota Madinah akan menjadi pendapatan mereka dengan syarat mereka jangan bekerjasama dengan kaum Quraisy. Kaum Anshar berkata kepada Rasulullah: Perdamaian ini apakah merupakan wahyu dari langit? Beliau menjawab: tidak. Mereka berkata: Kalau begitu kami tidak bisa menerima kekalahan ini. Pada waktu dimana Allah tidak memberikan petunjuk kepada kami untuk masuk agama Islam, kami tidak melakukan sesuatu yang hina, hari ini Allah telah membahagikan kami dengan perantaramu bagaimana mungkin kita menjadikan diri kita hina. Pada akhirnya perdamaian itu tidak dilakukan.
Namun satu dua orang dari kaum muslimin yang tidak pernah menampakkan keislamannya, dari satu sisi mengikat hubungan dengan Bani Quraizhah dan dari lain sisi berhubungan dengan Bani Ghatafan. Dan kedua orang tersebut satu sama lain saling curiga. Ketentuan langit juga mendukung; angin dan udara dingin yang menusuk membuat sulit pekerjaan para pasukan Mekah. Abu Sufyan memerintahkan pasukan untuk kembali dan setelah lima belas hari pengepungan Madinah pun bebas.
Akhir dari perang Ahzab bagi kaum muslimin begitu memberi harapan, namun bagi penduduk Mekah merupakan musibah yang sangat berat. Sudah dipastikan para pedagang Quraisy pasar Madinah telah lepas dari tangan mereka untuk selamanya. Selain itu, kekuatan Madinah membahayakan garis perdagangan Mekah yang menuju ke Suriah. Para pedagang Quraisy tidak lagi bisa melakukan pekerjaaan mereka dengan leluasa. Posisi kepemimpinan Abu Sufyan dalam pandangan Quraisy guncang. Kebesaran Quraisy di mata para kabilah selainnya jatuh. Terjadinya sebuah peristiwa yang tidak disangka-sangka, dimana pasukan yang begitu besar dapat mereka usir dari pintu-pintu gerbang kota dengan membawa kekalahan. Sebagian orang-orang Arab badui mulai condong kepada agama Islam dan mereka meyakini Islam memiliki kekuatan yang luar biasa yang dapat menolong kaum muslimin dan setelah peperangan ini perkara berubah menguntungkan kaum muslimin.[61]
Setelah perang Ahzab berakhir, Nabi pergi menemui kaum Yahudi Bani Quraizhah. Selama orang-orang Yahudi tidak bangkit menyerang kaum muslimin, maka mereka tetap akan aman, hal itu dikarenakan perjanjian Madinah. Namun mereka telah bersatu dengan musuh-musuh Islam dalam perang Ahzab. Kelompok ini tentu saja perlu dikhawatirkan dan juga tidak bisa dianggap mudah. Nabi pergi mendatangi dan mengepung mereka, yang pada akhirnya setelah 25 malam, mereka menyerah. Kabilah Aus yang memiliki perjanjian dengan Bani Quraizhah berkata kepada Nabi: Bani Quraizhah, mereka adalah pihak seperjanjian dengan kami dan mereka menyesal dengan apa yang telah mereka perbuat; perlakukanlah kepada pihak-pihak seperjanjian kami sebagaimana engkau perlakukan kepada pihak-pihak seperjanjian kaum Khazraj yaitu Bani Qainuqa, sebagaimana kita lihat bahwa Rasulullah sebagian kelompok dari para tawanan Yahudi diberikan kepada Abdullah bin Ubay sebagai pihak seperjanjian mereka. Kemudian Nabi menyerahkan pemutusan hukuman para tawanan Bani Quraizhah kepada Sa'ad bin Muadz, ketua kabilah Aus. Bani Quraizhah pun setuju atas keputusan tersebut. Sa'ad berkata: Pendapatku adalah semua laki-laki Yahudi harus dibunuh, dan perempuan-perempuan mereka beserta anak-anak mereka ditawan. Kemudian mereka menghukumi menurut pendapat Sa'ad dengan menggali parit dan semua lelaki Bani Quraizhah di samping parit dihukum dengan potong leher.[62]
Tentunya para ahli sejarah mengenai cerita di atas berbeda pendapat. Doktor Syahidi menulis: Tampaknya cerita Bani Quraizhah dimanipulasi oleh seorang pembawa cerita dari keturunan Khazraj beberapa tahun setelah kejadian sejarah dan ketika keturunan yang sekarang ini berada dalam pengepungan itu, sehingga ditampakkan kemuliaan kabilah Aus di sisi Nabi saw tidak setara dengan kabilah Khazraj dan untuk itulah Nabi tidak membunuh pihak seperjanjian kabilah Khazraj, namun memenggal kepala pihak seperjanjian kabilah Aus. Dan juga berkehendak menampakkan bahwa kepala suku kabilah Aus telah menjaga pihak seperjanjiannya.[63]
Di tahun ke-6 H, kaum muslimin berhasil mengalahkan Bani Mustaliq yang telah berkumpul untuk menentang Nabi saw. [64]
Pada tahun ke-7 H, Nabi saw mendapatkan kemenangan atas kaum Yahudi Khaibar yang mana sebelumnya telah beberapa kali melakukan perjanjian dengan para musuh untuk menentangnya dan Nabi saw merasa tidak tenang dari pihak mereka. Benteng Khaibar terletak di dekat kota Madinah, berhasil ditaklukkan kaum muslimin dan Nabi saw tidak menolak jika orang-orang Yahudi melanjutkan pekerjaan mereka dengan berkebun di ladang dan setiap tahun mereka membayarkan sebagian hasilnya kepada kaum muslimin.[65]
Pekerjaan membuka salah satu benteng Khaibar pada perang Khaibar, adalah hal yang sangat sulit, Nabi secara bergantian mengirim Abu Bakar dan Umar untuk membuka benteng tersebut, namun mereka tidak sanggup dan Nabi saw berkata:
Keesokan harinya Nabi memanggil Ali, dan sakit mata yang dideritanya sembuh diobati dengan air ludah Nabi dan berkata kepadanya: Ambillah bendera ini dan majulah, Allah akan memenangkanmu.
Menurut riwayat Ibnu Ishak dari Abu Rafi': Ali as pergi mendekati benteng dan berperang dengan mereka dan dikarenakan perisai yang dipakainya terlepas dari tangannya akibat pukulan seorang Yahudi, pintu salah satu benteng diangkat dan dijadikannya sebagai perisai dan sampai saatnya pembukaan selesai, pintu tersebut masih di tangan beliau dan seusai peperangan dia melemparkannya. Abu Rafi' berkata: Aku dan tujuh orang lainnya setiap kali hendak mengangkat pintu tersebut dari tempatnya tidak mampu kami lakukan.[66]
Perang Ahzab, menyerahnya kaum Yahudi Bani Quraizhah dan dua tiga perang yang terjadi pada tahun ke-6 H yang berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dan keuntungan-keuntungan harta rampasan perang yang berhasil diraih mereka, telah membuat kekuatan Islam semakin meningkat dalam pandangan penduduk semenanjung Arab, sehingga banyak dari kabilah-kabilah masuk Islam atau bersekutu dengan kaum muslimin.[67]
Di bulan Dzulkaidah tahun ke-6 H, Nabi beserta seribu limaratus orang dari penduduk Madinah berjalan menuju kota Mekah guna menunaikan ibadah umrah.
Quraisy yang tahu akan tujuan Nabi mereka telah siap untuk menghadang beliau. Pertama, mereka mengirim Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abi Jahal supaya mencegah sampainya Rasulullah ke Mekah. Nabi saw ketika itu berhenti di sebuah tempat bernama Hudaibiyah dan permulaan daerah kawasan haram dan mengirim pesan kepada penduduk Mekah bahwa kami datang untuk berziarah bukan untuk berperang. Quraisy tidak menerima. Akhirnya antara beliau dan perwakilan penduduk Mekah menandatangani sebuah surat perdamaian yang dengan surat tersebut antara kedua belah pihak tidak akan mengadakan peperangan selama sepuluh tahun.
Di tahun ini, kaum muslimin tidak berhak masuk ke Mekah, akan tetapi di tahun mendatang pada saat-saat seperti ini penduduk kota akan keluar dari kota Makkah dan kota akan diserahkan kepada kaum muslimin selama tiga hari sehingga mereka dapat berziarah dengan leluasa. Satu lagi dari butir surat perjanjian ini adalah: Siapa saja dari penduduk Mekah yang datang kepada Muhammad maka dia harus kembali ke Mekah, tetapi jika seseorang yang pergi dari Madinah ke Mekah, Quraisy tidak mesti mengembalikannya. Butir lainnya dari surat perjanjian itu adalah setiap kabilah bebas untuk melakukan perjanjian kepada Quraisy atau Muhammad saw.[68]
Sebagian dari para sahabat Nabi karena tidak mampu mencerna isi surat perjanjian ini dan apa yang akan terjadi di belakangnya mereka merasa gelisah dan mengira itu adalah sebuah kerendahan diri. Tetapi sebenarnya penandatanganan surat perjanjian ini adalah sebuah kemenangan besar bagi kaum muslimin, karena kaum musyrikin Mekah sampai pada saat itu tidak menganggap Nabi dan para sahabatnya dan mereka hendak menghabiskan mereka dari atas bumi, sekarang selain mengganggap resmi keberadaan mereka, mereka juga mengadakan hubungan transaksi dengan Nabi layaknya sesama saudara dan pihak yang sedang bertransaksi. Juga dalam surat perjanjian ini terdapat butir yang menjelaskan bahwa para kabilah bebas memilih, mereka ikut Nabi atau kaum Quraisy, dalam hal ini jika kaum muslimin atau kaum Quraisy berperang dengan pihak seperjanjian mereka maka perjanjian ini akan batal. Dimana nantinya kaum Quraisy dengan tidak menjaga syarat tersebut menyebabkan terjadinya Fathu Mekah.[69]
Pada bulan Dzulkaidah tahun ke-7 H disebabkan perundingan Hudaibiyah Nabi berangkat menuju Mekah. Masuknya Nabi dan kaum muslimin ke Masjidil Haram dan pelaksanaan amalan umrah, kemeriahan upacara dan penghormatan yang diberikan kaum muslimin kepada Nabi mereka dalam pandangan kaum Quraisy telah menjelma dengan besar dan kira-kira sudah merupakan hal yang sangat jelas bahwa untuk berhadapan dengan Muhammad saw mereka merasa tidak mampu; dan mereka yang memiliki pikiran lebih jauh ke depan, tahu bahwa priode kebesaran para pemimpin kabilah dan para pedagang sudah berakhir dan sebuah pintu baru telah terbuka di hadapan khalayak masyarakat. Oleh karena itu, dua orang dari pemuka-pemuka mereka, yaitu Khalid bin Walid dan Amr bin Ash, berangkat ke Madinah dan menyatakan keislaman mereka dan menjadi seorang muslim.[70]
Ajakan Nabi kepada Kepala-kepala Negara untuk Masuk Islam
Pasca perdamaian Hudaibiyah, Nabi saw yang pada batasan tertentu merasa tenang dari penyelewengan-penyelewengan dan kelancangan-kelancangan Quraisy, pada tahun ke-7 H berencana untuk mengajak para pemimpin dan para raja yang memiliki kekuasaan di sekitar daerahnya. Kemudian beliau mengirimkan beberapa surat kepada imperatur Roma Timur, Iran, Najasyi dan juga Amir Ghasaniyan Syam dan Amir Yamamah.[71]
Disebabkan Perjanjian Hudaibiyah telah ditentukan bahwa setiap kabilah dapat mengikat tali perjanjian dengan kedua kelompok Quraisy atau muslimin. Khuza'ah mengikat perjanjian dengan Muhammad saw dan Bani Bakar mengadakan perjanjian dengan Quraisy. Pada tahun ke-8, terjadi pertempuran antara Bakar dan Khuza'ah, dan Quraisy membantu Bani Bakar untuk mengalahkan Khuza'ah. Dengan demikian, perundingan Hudaibiyah pun terbengkalai, karena Quraisy telah memerangi kabilah yang mengadakan perjanjian dengan Nabi saw. Abu Sufyan yang tahu akan hal itu, kekurangajaran ini jelas tidak lepas dari balasan, langsung dia pergi berangkat ke Madinah mungkin perundingan itu dapat diperbaharui akan tetapi dia datang dengan tidak membawa hasil.
Pada bulan Ramadhan tahun ke-8 H, Nabi saw bersama dengan 10.000 orang pergi beranjak ke Mekah. Dan pemberangkatan ini sengaja disusun dengan rapi supaya perjalanan beliau tidak diketahui oleh seorangpun. Setelah pasukan sampai ke daerah Mar al-Zhuhran, Abbas, paman Nabi, ketika malam keluar dari kemahnya, dan berhendak menemui seseorang di kota Mekah dan melalui perantaranya ia ingin memberikan pesan kepada orang-orang Quraisy bahwa sebelum mereka binasa hendaklah mereka berserah diri kepada Nabi saw. Pada malam itu, dia bertemu dengan Abu Sufyan dan ia melindunginya dan dibawa ke hadapan Nabi. Abu Sufyanpun menjadi muslim.
Di hari yang lain Nabi memerintahkan Abbas untuk menempatkannya di sebuah tempat yang layak sehingga pasukan muslimin berjalan lewat di depannya. Abu Sufyan yang melihat kebesaran muslimin kepada Abbas berkata: Kerajaan anak saudaramu sudah besar. Abbas berkata: Celaka engkau, ini adalah kenabian bukan kerajaan. Dia berkata: Ya begitulah! Abbas berkata kepada Nabi: Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang mau memiliki keistimewaan. Nabi berkata: Siapa saja yang kembali ke rumahnya dan menutup pintu rumahnya dia akan aman, siapa saja yang berlindung di rumah Abu Sufyan dia akan aman, siapa saja yang masuk ke Masjidil Haram dia akan aman. Pasukan yang begitu banyak perlahan-lahan memasuki kota Mekah. Ibnu Hisyam dan Ibnu Ishak meriwayatkan bahwa:
Nabi saw tiba di Masjid dan dalam keadaan mengendara mengelilingi Kakbah tujuh kali dan di depan pintu Kakbah berhenti dan berkata:
Penduduk Mekah melanggar segala bentuk pengakuan hukum, kecuali pelayanan kepada Kakbah dan pemberian minum kepada para jamaah haji. Nabi saw tinggal di Mekah selama dua hari dan membenahi seluruh pekerjaan kota. Salah satunya adalah mengirim orang-orang ke pinggiran-pinggiran Mekah supaya menghancurkan tempat-tempat peribadatan patung berhala dan patung-patung berhala yang mereka letakkan di dalam rumah Kakbah juga dihancurkan. Perbuatan yang dilakukan Nabi terhadap penduduk Mekah, telah menampakkan kemurahan Islam dan kebijaksanaan Nabi agama ini kepada para penentang. Quraisy yang selama 20 tahun ini tidak pernah lepas melecehkan dan menyakiti Nabi saw dan para pengikutnya takut dan khawatir akan pembalasan dan karena mereka mendengar jawaban mereka dari Nabi yang berkata: kalian semua telah aku bebaskan; maka semenjak hari itu, daripada mereka berperang dengan Islam, atas nama Islam mereka telah mengambil rencana untuk berperang dengan non muslim.[72]